TIMES PALEMBANG, LUBUK BASUNG – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengidentifikasi empat faktor utama yang menyebabkan Harimau Sumatera muncul di permukiman dan kebun masyarakat. Pemahaman ini crucial untuk mengembangkan strategi mitigasi konflik antara manusia dan satwa dilindungi tersebut.
Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar Ade Putra, Kamis (30/10/2025) menjelaskan faktor pertama adalah kondisi fisik harimau. "Harimau itu dalam kondisi sakit atau cacat, sehingga daya tahan hidup, survival atau berburu mangsa di alam menjadi berkurang," jelas Ade. Kondisi ini memaksa harimau mencari mangsa mudah seperti ternak warga di sekitar hutan.
Faktor kedua terkait perilaku reproduksi. Induk harimau yang baru melahirkan cenderung menjauhkan anaknya dari pejantan dewasa. "Induk harimau menjauhkan anak-anaknya dari pejantan, agar tidak diganggu atau dibunuh, karena harimau sifatnya soliter dan menguasai wilayah yang ditandai," tambahnya.
Faktor ketiga adalah musim kawin, dimana harimua dewasa mencari lokasi terisolir dari individu lain akibat kompetisi memperebutkan pasangan. Faktor keempat adalah masa sapih, dimana induk mengajarkan anaknya berburu menjelang usia dua tahun. "Biasanya dengan hewan ternak peliharaan milik warga yang mudah diperoleh di sekitar hutan," ujar Ade.
Sebagai langkah pencegahan, BKSDA Sumbar memberikan sejumlah rekomendasi:
-
Tidak beraktivitas sendirian di kebun, sawah, atau ladang
-
Mengandangkan ternak dengan aman
-
Membatasi waktu beraktivitas maksimal hingga pukul 17.00 WIB
-
Menghindari penggunaan jerat tidak terkendali
-
Memverifikasi informasi kemunculan satwa sebelum menyebarkan
Ade Putra berharap, pemahaman terhadap perilaku alami harimau ini dapat mengurangi konflik sekaligus menjaga kelestarian satwa langka yang statusnya terancam punah tersebut.
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Faizal R Arief |