Kopi TIMES

Vaksin Nusantara dan Keresahan Masyarakat Indonesia

Sabtu, 17 April 2021 - 16:20
Vaksin Nusantara dan Keresahan Masyarakat Indonesia Vaksinasi Covid-19 (Foto: Dokumen TIMES Indonesia)

TIMES PALEMBANG, JAKARTA“Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau  pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan  terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.”

Kalimat Ini merupakan bunyi pasal 6 dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Salah satu pasal inilah yang wajib dan harus diterapkan oleh seorang dokter yang sedang melakukan penelitian, bukan sebaliknya yang akhirnya sangat meresahkan masyarakat.

Dimasa Pandemi Covid-19 saat ini, peneliti-peneliti di bidang Ilmu Kedokteran Indonesia berlomba-lomba untuk meneliti berbagai macam obat atau Vaksin yang dapat menekan atau dapat membasmi Covid-19. 

Suatu fenomena yang baik bahwa peneliti Indonesia sudah mempunyai keinginan untuk bisa bersaing lebih masif di ranah ilmu Kedokteran International. 

Ini yang wajib kita dukung sebagai sesama warga Negara Indonesia, Hal Ini terlihat dengan adanya beberapa terapi yang ada saat ini semisal  Plasma Convalecense, Scretome (Stem Cell/Sel Punca), dan adanya Vaksin Nusantara yang sekarang sedang ramai di bicarakan, baik di Media elektronik maupun media massa saat ini. Bahkan keterlibatan Wakil Rakyat, RS instansi Militer, dan pejabat pemerintah ikut terlibat meskipun mereka tidak begitu tahu bagaimana kaidah-kaidah dalam melakukan penelitian yang seharusnya dilakukan.

Sangat disayangkan memang, bahwa mereka yang terlibat dalam melaksanakan penelitian maupun yang mendukung penelitian tentang Vaksin Nusantara tidak mengingat atau membaca kembali tentang aturan atau kaidah penelitian secara International. 

Dalam meneliti ada aturan atau kaidah yang harus dilalui, hal ini mengingat nanti nya akan di berikan ke manusia. Ini yang wajib dilakukan dan tidak ada peneliti baik itu dokter, Doktor, Profesor sekalipun atau bahkan seorang politikus atau bahkan pejabat pemerintahan yang berpengaruh sekalipun untuk melanggar atau mempengaruhi atau bahkan akan merubah sesuai keinginan diri sendiri dalam kaidah-kaidah Etik Penelitian dan tahapan-tahapan dalam penelitian yang sebenarnya.

Kita seharusnya belajar dari pengalaman atau kejadian yang meresahkan masyarakat pada waktu itu, dimana ini pernah dilakukan oleh seorang peneliti dari Universitas Airlangga dan didukung oleh Instansi Militer serta salah satu Badan Intelejen, tentang terapi Covid-19 yang dalam pelaksanaannya akhirnya oleh Kepala BPOM dinyatakan hasil uji klinik tahap tiga obat kombinasi baru untuk Covid-19 belum valid, dan diminta peneliti untuk merevisi dan memperbaiki lagi hasil penelitiannya sesuai kaidah yang sudah ditentukan BPOM.

Padahal waktu penelitian tersebut belum selesai mereka sudah mempublikasikan seolah-olah penelitian tersebut sudah diakui oleh masyarakat, dan saat itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin tampil di muka umum. 

Permasalahan dalam penelitian tersebut merupakan hal dasar dalam suatu penelitian dimanapun baik penelitian Nasional maupun Internasional. Dan ini bukan hal baru bagi seorang peneliti, tetapi kenapa hal ini terjadi dan dilanggar?

Dan ini juga terjadi dalam proses Penelitian Vaksin Nusantara yang saat ini menjadi polemik, Akan kah ini terulang lagi dengan kejadian yang lalu? Apakah kita tidak belajar dari pengalaman yang lalu? Apakah memang ini dimunculkan oleh orang-orang yang ingin “mengganggu” pemerintah saat ini?

Jadi dalam suatu metode penelitian ilmiah, harus menggunakan suatu kaidah ilmiah pada prosesnya, Hal ini prinsip dan harus dilaksanakan sebagai seorang peneliti.

Kaidah ilmiah mensyaratkan sebuah proses tersebut dimana ia bersifat rasional (make sense), obyektif, serta menghasilkan hasil yang sama ketika di lakukan oleh orang lain dengan cara yang sesuai atau sama atau bersifat repetitif.

BPOM dalam hal ini mempunyai tugas dan kewenangan melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BPOM mempunyai tugas relatif berat, karena harus benar-benar melihat secara mendalam dalam proses pembuatan obat dan makanan yang nanti nya akan di konsumsi manusia.

Sayang nya di Negara yang kita cintai ini banyak orang-orang yang tidak mengetahui aturan atau regulasi di suatu instansi yang kemudian ikut melibatkan diri berbicara dalam permasalah tersebut, baik itu Wakil Rakyat, pejabat pemerintah, wartawan senior yang mantan mentri dst, ikut berbicara seolah olah mengetahui aturan atau regulasi instansi tersebut, dan langsung ikut berbicara seolah-olah mengetahui dan seolah-olah berjiwa Nasionalis, hal ini semakin memperkeruh permasalahan yang ada saat ini. 

Dalam penelitian apapun baik kualitatif maupun kuantitatif, etika merupakan hal yang harus dijunjung tinggi. Convention Scientific Research mengemukakan perlunya memperhatikan masalah etika dalam penelitian yang melibatkan subjek manusia.

Hal ini menyangkut masalah tata aturan dan nilai bagi peneliti maupun yang diteliti agar tidak terjadi benturan antarnilai yang dianut oleh kedua belah pihak atau untuk menghindari eksploitasi dan manipulasi yang berdampak merugikan bagi salah satu pihak.

Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai polemik. Pasalnya Vaksin Nusantara dinilai tidak mengikuti kaidah saintifik pengujian vaksin pada umumnya. Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menilai tim peneliti vaksin Nusantara tampak tak memahami seutuhnya proses pengembangan vaksin itu lantaran sebagian besar penelitian berlangsung di Amerika Serikat (AS).

Vaksin “ Nusantara “ mendasarkan proses penyusunan vaksin dengan mengambil sel Dendritik dari setiap masing-masing individu calon penerima vaksin. Kemudian sel Dendritik dari setiap individu akan "dikenalkan” dengan antigen virus Covid-19 di dalam proses laboratorium , dengan keyakinan bahwa sel Dendritik tersebut kemudian mengenali antigen Covid-19 ,  sehingga pada gilirannya, setelah sel Dendritik tersebut disuntikkan kembali kepada masing-masing individu , maka sistem kekebalan tubuh akan punya memori untuk segera mengenali manakala virus Covid-19 masuk ke dalam tubuh manusia,  untuk segera dilawan dengan sistem kekebalan yang telah terbentuk atas antigen virus Covid-19 tersebut. 

Perhatian utama yang seyogianya diberikan atas diskursus vaksin “Nusantara“ setidaknya ada 2 hal utama. Yang pertama patut disadari adalah dalam melawan pandemik Covid-19 ini , portofolio vaksinya adalah jamak, atau multi vaksin. Ibarat pepatah barat , “Never Put Eggs on a Basket “, maka pengelolaan pandemi dengan memanfaatkan vaksin yang beragam jenis bahan dasar dan sistem kerjanya adalah satu keniscayaan.

Tujuannya semata mencapai tingkat keamanan tertinggi, tingkat efektifitas tertinggi dan mendistribusi risiko-risiko berupa Kejadian Ikutan Paska imunisasi dan Kejadian Tak Diharapkan atau  “Adverse Events“ yang berat berupa kecacatan dan kematian. Untuk itu, setiap upaya anak bangsa dalam menemukan atau melakukan uji Klinik atas vaksin apapun patutlah dihargai.

Semua riset pengembangan vaksin wajib menaati kaidah ilmiah yang disepakati di seluruh dunia. Pengembangan vaksin disebutnya merupakan advanced technology sehingga harus memenuhi standar-standar yang berlaku. Jika tidak terpenuhi, maka harus diulangi.

Karena dalam suatu penelitian obat/vaksin baru,  keselamatan manusia hal utama dan pertama. Hal Ini butuh waktu penelitian yang panjang dan melelahkan seperti vaksin merah putih yang saat ini  sedang dalam proses.

Namun pada vaksin nusantara saat ini tidak melalui tahapan itu akan cenderung bertindak cepat dan mengabaikan kaidah penelitian. Prinsip ini tidak bisa dilakukan dan sangat berbahaya bila digunakan dalam temuan baru di bidang kedokteran. 

Aspek kedua dalam menyikapi vaksin “ Nusantara “, adalah sisi Legalitas sekaligus Keilmuan. Aspek ini diwakili oleh keberadaan dan kinerja BPOM , sebagai otoritas tunggal yang berwenang, mengawasi setiap uji klinik obat maupun vaksin di Indonesia, termasuk vaksin "Nusantara“ dan vaksin-vaksin lainnya.

Sebaiknya publik difahamkan, bahwa BPOM wajib mengawasi uji klinik dari fase 1, fase 2 sampai fase 3.
Sebagaimana perlakuan atas vaksin lain yang telah diedarkan dan disuntikkan kepada khalayak rakyat Indonesia, maka BPOM wajib melakukan pengawasan, pengawalan, pendampingan, supervisi  dan evaluasi atas berjalannya uji klinik fase 1 vaksin “Nusantara“.

BPOM wajib memberikan evaluasi setara atas fase 1 ini, dan menyampaikan hasil dengan apa adanya. Bila diyakini bahwa bila fase 1 uji klinik vaksin "Nusantara“ , dinilai tidak sesuai dengan kaidah keilmuan, standar baku sesuai Good Clinical Practices (standar uji klinik dengan manusia sebagai subyek) , tidak sesuai dengan standar Good Laboratory Practices (standar kualitas dan integritas laboratorium non klinik) serta  tidak sesuai standar Good Manufacture Practices (standar cara pembuatan obat/vaksin yang baik), maka BPOM wajib menyampaikan apa adanya.

Demikian pula sebaliknya. BPOM mempunyai beban dan tanggung jawab , memastikan Keamanan-Keselamatan dan Kesejahteraan subyek uji klinik dan pada gilirannya rakyat Indonesia, tanpa mengecualikan siapa yang menjadi inisiator uji klinik obat/vaksin apapun.

Selain itu, sejumlah tahapan seperti uji prakilinis vaksin yang semestinya diuji cobakan kepada hewan tak dilakukan oleh tim peneliti vaksin Nusantara.

Hal ini menjadi preseden yang kurang baik dan merusak kaidah dalam penelitian. Dan setelah dilakukan pengkajian oleh BPOM seharusnya Vaksin Nusantara harus melalui tahapan pre klinik terlebih dahulu sebelum masuk tahap uji klinik tahap I. Namun, tim yang memproses vaksin tersebut menolak. Arogansi ini sebenarnya patut disayangkan. Apa fungsi BPOM yagn dibentuk oleh Presiden.

Apakah penelitinya karena mantan pejabat Negara, apakah karena penelitian itu di lakukan di RS instansi militer sehingga boleh melakukan penelitian dengan tidak melakukan penelitian sesuai kaidah penelitian.

Semua riset pengembangan vaksin wajib menaati kaidah ilmiah yang disepakati di seluruh dunia. Pengembangan vaksin disebutnya merupakan advanced technology sehingga harus memenuhi standar-standar yang berlaku. Jika tidak terpenuhi, maka harus diulangi.

Jadi, jangan memojokkan lembaga ilmiah dengan tuduhan-tuduhan tentang nasionalisme, memihak kelompok kepentingan tertentu yang pasti itu tidak boleh  dilakukan oleh lembaga ilmiah yg berbudaya ilmiah dan penuh tanggung jawab.

Semoga kita semua dapat lebih profesional dalam berkarya untuk bangsa dan tidak untuk mencari “panggung” bahkan dimasukkan dalam ranah politik dan kepentingan pribadi dengan cara  mengorbankan harga diri bangsa Indonesia.

Untuk itu bagi wakil rakyat, para pejabat negara dan wartawan senior yang mantan menteri sebelum berbicara atau menulis lagi tentang vaksin Nusantara atas dasar “asumsi” diri sendiri maka sebaiknya memperbanyak baca referensi /jurnal  tentang vaksin. Hal ini agar lebih bijak dan  mendapatkan kebenaran materi bukan kebenaran persepsi.

Semoga Bangsa Indonesia semakin menjadi lebih dewasa dalam menyikapi sesuatu yang baru sesuai dengan kaidah dan aturan yang sudah ada saat ini. (*)

* Penulis: 

- dr Mukti Arja Berlian.SpPD
- dr Sugeng Ibrahim M.Biomed

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Palembang just now

Welcome to TIMES Palembang

TIMES Palembang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.