TIMES PALEMBANG, JAKARTA – Rekayasa genetik kini menjadi perbincangan hangat di dunia pertanian dan kesehatan. Teknologi ini memungkinkan para ilmuwan memodifikasi DNA tanaman untuk menciptakan varietas unggul dengan sifat-sifat seperti ketahanan terhadap hama, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, hingga masa simpan yang lebih panjang. Namun, muncul pertanyaan: apakah buah atau tanaman hasil rekayasa genetik benar-benar aman untuk dikonsumsi?
Apa Itu Rekayasa Genetik?
Rekayasa genetik, atau modifikasi genetik (GM), melibatkan manipulasi genetik pada organisme untuk menghasilkan sifat tertentu. Di bidang pertanian, teknologi ini digunakan untuk menciptakan tanaman yang tahan penyakit atau dapat tumbuh di berbagai kondisi iklim. Contoh yang populer adalah jagung dan kedelai hasil rekayasa genetik, serta buah-buahan tanpa biji yang semakin banyak digunakan dalam produk pangan sehari-hari.
Keamanan Konsumsi
Berbagai lembaga internasional, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Badan Pangan Eropa (EFSA), telah melakukan penelitian mendalam tentang keamanan produk hasil rekayasa genetik. Sebuah studi yang diterbitkan di Nature Biotechnology mencatat bahwa lebih dari 900 penelitian menyimpulkan tanaman hasil rekayasa genetik tidak lebih berisiko bagi kesehatan manusia dibandingkan dengan tanaman konvensional.
Manfaat dan Risiko
Buah hasil rekayasa genetik menawarkan sejumlah manfaat, seperti:
- Ketahanan terhadap hama dan penyakit, yang mengurangi kebutuhan akan pestisida.
- Peningkatan nilai gizi, seperti kandungan vitamin dan mineral.
Namun, beberapa kekhawatiran masih ada, terutama mengenai dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Sebagian masyarakat merasa bahwa penelitian yang ada belum cukup untuk memastikan keamanan produk ini dalam skala waktu yang lebih panjang.
Pandangan Masyarakat dan Regulasi
Sikap masyarakat terhadap produk rekayasa genetik sangat bervariasi. Di Eropa, regulasi sangat ketat, dan banyak konsumen lebih memilih produk organik tanpa rekayasa genetik. Sebaliknya, di negara berkembang, manfaat dari hasil pertanian yang lebih tinggi sering dianggap lebih penting, terutama untuk keamanan pangan.
Perbedaan juga terlihat dalam kebijakan pelabelan produk. Di Amerika Serikat, pelabelan tidak diwajibkan, sedangkan Uni Eropa mewajibkan pelabelan yang jelas untuk produk hasil rekayasa genetik. Hal ini memicu perdebatan antara transparansi bagi konsumen dan kebebasan inovasi bagi produsen.
Kesimpulan
Rekayasa genetik memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil pertanian dan keamanan pangan global. Meski banyak penelitian menunjukkan bahwa produk ini aman, kepercayaan dan pemahaman masyarakat tetap menjadi tantangan. Konsumen perlu terus mengikuti perkembangan ilmiah dan kebijakan terkait, serta mendorong transparansi dalam produksi pangan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Apakah Buah Hasil Rekayasa Genetik Aman Dikonsumsi?
Pewarta | : Revaldhy Taufiqur Rohman (MG) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |